Selasa, 25 Oktober 2011

E. Anugrah Teja Subrata

Hai Pemuda, Kita Indonesia

Topik : Identitas Nasional

Pada kesempatan kali ini, saya yang masih menimba ilmu di salah satu universitas swasta di Jakarta akan mencoba merefleksikan ilmu yang telah saya peroleh mengenai pemahaman dan penerapan kewarganegaraan dalam upaya mewujudkan keterpaduan iptek dan pembangunan secara bertanggung jawab. Topik yang saya bahas kali ini mengenai identitas nasional negara Republik Indonesia.

Indonesia, sebagai negara demokrasi memiliki ciri khas keramah-tamahan, persatuan, kekayaan alam, serta ragam budaya sebagai identitas negara ini, tentunya semua itu menjadi sebuah kekuatan dan kebanggaan di mata dunia yang harus dipertahankan. Seluruh kalangan baik orang tua, remaja, dan anak-anak harus ikut serta dalam mempertahankan identitas ibu pertiwi, khususnya kalangan remaja sebagai tunas bangsa yang akan mewariskan seluruh kekayaan dan keanekaragaman ini haruslah memiliki pemikiran yang kritis dan dinamis.

Namun dewasa ini, banyak sekali fenomena-fenomena dikalangan remaja yang membuat saya miris karena sifat dan tingkah lakunya yang sudah diluar batas kewajaran dalam pergaulan, seperti berpacaran layaknya suami istri, penyalahgunaan social networking, penggunaan bahasa yang di mixing  atau sering disebut sebagai istilah “alay”, dan sebagainya. Mereka seakan sudah terdoktrin oleh budaya barat dan lupa akan identitas nasional mereka sebagai rakyat Indonesia.

Hal-hal tersebut justru dianggap lumrah bagi mereka dan pada umumnya mereka justru bangga melakukannya, bagi beberapa orang yang saya kenal, mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut perlu dilakukan agar selalu up to date atau tidak ketinggalan zaman. Namun pada kenyataannya, para remaja justru tidak mengenal kebudayaan di Indonesia sendiri, mereka lebih condong memilih mengikuti budaya barat seperti halnya dalam hal kesenian, mereka lebih memilih modern dance daripada tari topeng atau mereka juga lebih memilih bermain gitar listrik daripada bermain angklung. Adapun dalam penggunaan bahasa, pada umumnya remaja saat ini lebih memilih belajar bahasa asing daripada bahasa daerahnya sendiri, bahkan ada yang mengaku orang indonesia namun tidak bisa berbahasa Indonesia karena alasan sudah lama tinggal di luar negeri. Bahkan kebudayaan Indonesia sendiri sampai diklaim oleh negara tetangga karena kurangnya pengakuan dari rakyatnya sendiri.

Kehidupan saya di Jakarta sebagai orang merantau, saya cukup kaget ketika saya melihat kehidupan remaja di kota metropolitan ini yang ternyata penuh dengan “kebebasan”. Khususnya pada saat ini saya yang masih belajar di universitas swasta di Jakarta, saya melihat rekan-rekan saya yang menganut ajaran freedom of expression layaknya pergaulan di Amerika. Bagi saya, mereka seperti seperti bukan dari kalangan terpelajar, karena sebagai mahasiswa seharusnya memiliki pemahaman dan penerapan moral dan etika yang lebih dalam tentang pergaulan sebagai pemuda Indonesia. 

Remaja sebagai bagian komunitas aktif yang ada di sebuah negara, masih cukup minim mendapat pengetahuan dan pemahaman tentang pluralisme. Ada beberapa persoalan krusial yang menjadi penyebab remaja kurang paham tentang nilai nilai pluralisme, Pertama; Remaja sering dianggap sebagai sosok yang tidak tau apa apa, kelompok/ komunitas yang mendapat pandangan negatif dan terpinggirkan dari masyarakat, Kedua; Pemerintah Indonesia kurang melibatkan peran remaja dalam proses pembangunan perdamaian, Ketiga; Sistem pendidikan yang kurang mempertajam pemahaman remaja tentang pluralisme dan nilai-nilai fundamental bangsa sesuai dengan konteksnya.
Minimnya pemahaman dan praktek sikap saling menghormati perbedaan dan keberagaman oleh remaja akan membawa dampak yang cukup besar bagi masa depan Negara Indonesia. Bagaimanapun juga remaja adalah calon generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan cita cita mewujudkan perdamaian di seluruh pelosok Indonesia dan dunia.
Ada beberapa dampak yang akan timbul ketika remaja sudah mulai cuek dan tidak peduli akan pentingnya nilai nilai pluralisme di tingkat internal dan eksternal negaranya. Pertama; Semakin menguatnya benih benih konflik fundamentalisme yang bisa berdampak besar bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara kedepan, yang pada giliranya akan terjadi meningkatnya konflik kekerasan berbasis perbedaan suku, agama, ras yang dilakukan oleh negara pada rakyat nya atau dilakukan masyarakat sipil kepada masyarakat sipil lain. Kedua; Remaja akan mudah terprovokasi oleh kelompok kelompok fundamentalis eksklusif yang tidak menghargai perbedaan, pada situasi ini akan mudah terjadi mis komunikasi dan dis informasi antar remaja di Indonesia. Ketiga; Munculnya berbagai bentuk dis-orientasi di berbagai kalangan masyarakat, misalnya, menurunnya penghargaan terhadap suku dan kebudayaan orang lain, memojokkan kaum minoritas, kekerasan terhadap kelompok suku tertentu.
Kurangnya pemahaman mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi akar dari permasalahan krisis identitas nasional bagi para remaja Indonesia. Banyak yang mengaku bahwa mereka adalah Warga Negara Indonesia, namun dalam kenyataannya mereka hanya bisa membuktikannya lewat kata-kata tanpa adanya tindakan yang nyata. Bahkan belum lama saya tinggal di Jakarta, seorang anak Sekolah Menengah Pertama di Jakarta tertukar dalam menyebutkan Pancasila. Adapun kejadian yang jauh lebih memalukan terjadi saat ketua MPR salah membacakan Pancasila, berikut kutipan beritanya : 

Ketua MPR Taufiq Kiemas beberapa kali salah dalam membaca naskah UUD 1945. Taufiq salah mengucapkan sila dalam pancasila, salah satunya sila kelima dalam Upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya.     
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia," kata suami mantan Presiden Megawati pada upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta, Jumat (1/10).           
Upacara kali ini juga menyebabkan beberapa peserta upacara jatuh pingsan, antara lain dua orang polisi wanita, seorang prajurit TNI Angkatan Laut, dan seorang pegawai negeri sipil. Selain itu seorang mahasiswa dan seorang anggota pramuka juga pingsan dan harus ke luar dari barisan peserta upacara. (
Liputan6.com,2010)

Alangkah malunya jika hal tersebut sampai terjadi, apalagi seluruh rakyat Indonesia menyaksikan insiden tersebut lewat media massa. Apa jadinya jika para pemimpin negara saja salah menyebutkan Pancasila? Dan apakah menyebutkan Pancasila saja harus menggunakan teks?

Oleh karena itu, untuk mewujudkan tunas bangsa yang memiliki pemahaman dan penerapan mengenai identitas nasional perlu adanya pendidikan yang benar-benar tegas dan jelas dimulai sejak bangku pendidikan. Seperti contohnya kegiatan kepramukaan yang dapat mencetak para pemimpin bangsa yang berkwalitas dan bermoral serta dapat menggalang persatuan para pemuda dari Sabang sampai Merauke, seiring dengan kegiatan tersebut para pemimpin bangsa yang sudah ada saat ini pun sangatlah perlu memberi contoh bagi rakyatnya karena rakyat pasti menyontoh para pemimpinnya, seperti pepatah : “bangsa yang baik adalah bangsa yang menghormati pemimpinnya”. Pemerintah juga perlu menyaring informasi-informasi yang masuk ke Indonesia agar para pemuda tidak mudah terpengaruh oleh informasi tersebut. 

Demikian hasil refleksi dari pembelajaran saya mengenai pemahaman identitas nasional, saya harap bermanfaat bagi para pembacanya terutama kaum remaja, apabila banyak kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf karena saya sebagai penulis pemula. Terima kasih.

Referensi : Liputan6.com (2010). Taufik Kiemas Salah Baca Pancasila. [online]. Didapat dari : http://berita.liputan6.com/read/299144/taufiq-kiemas-salah-baca [Diakses pada: 16 Oktober 2011]




Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Wakil Rakyat

Topik : Sistem Politik, Pemerintahan, dan Pemerintahan Daerah

Sistem pemerintahan Indonesia sekarang mengalami berbagai macam transformasi dari zaman ke zaman. Misalnya pada era orde lama, Indonesia pernah dipimpin dengan mekanisme demokrasi liberal. Negara Indonesia juga pernah bersifat federasi dengan dibentuk negara-negara bagian di bawah naungan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada Orde baru Indonesia mengalami perombakan sistem pemerintahan yang cukup signifikan dengan diadakannya sistem demokrasi, yaitu sebuah sistem dimana rakyat memiliki peran yang sangat penting dalam pemilihan presiden dan wakil rakyat lainnya.

Namun, seiring dengan perubahan sistem demokrasi yang ada, kendali sistem pemerintahan kini sudah semakin kacau. “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”(Abraham Lincoln) nampaknya sudah sangat jelas terlihat pudar sejak maraknya praktek KKN di dalam badan ketatanegaraan yang terjadi sejak adanya peralihan orde lama menjadi orde baru. Dalam kehidupan bernegara, di dalam sistem pemerintahan demokratis, rakyat adalah pihak yang diperintah namun sekaligus pula memerintah dirinya sendiri. Tetapi, persoalannya, apakah mungkin rakyat yang diperintah sekaligus dapat memerintah dirinya sendiri? Tampaknya persoalan ini telah melatari berbagai perdebatan yang tak berujung mengenai sistem pemerintahan di Indonesia saat ini.

Negara Indonesia adalah negara kepulauan, negara yang kaya akan kekayaan alam dan bangsa ini mempunyai sejarah yang besar di mata dunia, Bangsa ini bediri atas perjuangan para pahlawan kita untuk memerdekakan bangsa ini dari semua penjajahan yang terjadi di muka bumi pertiwi ini. Banyak yang telah mereka korbankan seperti keringat, waktu , tenaga bahkan darah yang dikucurkan untuk kemerdekaan bangsa ini.

Tetapi sekarang bangsa ini mengalami keterpurukan. Pemerintah saat ini tidak lagi peduli dengan keadaan rakyat saat ini, mereka lebih memetingkan kepentingan pribadinya dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Banyak permasalahan yang terjadi di negara ini, tetapi pemerintah tidak lagi peduli dan hanya tutup mata saja.

Terbukti dalam 20 tahun terakhir ini kejahatan perbankan adalah tindakan pidana yang merugikan banyak pihak, ironisnya kejahatan itu sulit sekali diungakapkan sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu dan menyadarinya, akibatnya kejahatan ini terus terulang, contoh seperti kasus yang terjadi saat ini “ Bantuan Likuiditasi Bank Indonesia ( BLBI I dan BLBI II )” yang memakan uang negara ratusan triliun rupiah yang jatuh ketangan para pejabat yang tidak bertanggung jawab . Dan sekarang yang terjadi sorotan masyarakat adalah kasus Bank Century yang menyedot uang negara sebesar Rp 6,7 Triliun di tangan-tangan para pejabat yang haus akan uang, kekuasaan, dan hanya mementingkan golongan saja (detiknews.com,2011). Akibatnya dari kasus ini penderitaan yang di alami oleh rakyat semakin banyak, karena tidak bertanggung jawabnya para pejabat dan pemerintahan saat ini, dan ini merupakan salah satu bentuk kebobrokan dari pemerintahan saat ini.

“Yang berduit, tak akan dipersulit”, sepertinya ungkapan tersebut sangatlah cocok bagi para wakil rakyat yang bermain kotor dalam sistem pemerintahan. Bayangkan saja, hukuman yang diterima oleh seorang koruptor kelas kakap lebih ringan daripada seorang maling, bahkan penjara seorang koruptor pun bak hotel bintang lima seperti kasus Artalyta Suryani.

 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”(UUD 1945 Pasal 28D:1) jelas menegaskan bahwa keadilan berhak diperoleh siapa saja tanpa memandang jabatan, namun dalam kenyataannya, konstitusi yang telah ada belum dapat terlaksanakan sepenuhnya.

Semakin hari kinerja pemerintah semakin lamban dan kacau, banyak sekali masalah-masalah internal yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan dan masih menjadi tanda tanya belaka, dan kemungkinan masih banyak lagi aib para pejabat negara yang masih belum terungkap. Untuk apa sebenarnya mereka dipilih? Kekuasaan dan ketamakan membuat mereka semakin lupa akan kewajiban mereka sebagai pengabdi rakyat.
Kewajiban yang mereka lakukan tidaklah sesuai dengan hak yang telah mereka terima, hal tersebut dapat terlihat dari kenaikan gaji PNS dari mulai Presiden dan para pejabat negara lainnya seperti kutipan berita berikut ini :
Kendati sudah menaikkan gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) sekitar 10-15 persen, pemerintah belum menaikkan gaji pejabat negara. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pemerintah akan menghapus honorarium pejabat negara yang berbeda-beda terlebih dahulu. "Kami ingin mengkonversi tunjangan dan honorarium itu supaya lebih konsisten dan sederhana," kata dia di Jakarta, Jumat, 25 Maret 2011. Menurut dia, pembahasan ini sudah cukup jauh, tinggal masalah finalisasi. Pihaknya juga sudah melakukan presentasi ke tim reformasi birokrasi. Sementara itu, terkait kenaikan gaji pokok PNS, Agus berharap hal ini dapat meningkatkan konsumsi dan belanja modal masyarakat. Biasanya, Agus melanjutkan, terjadi peningkatan konsumsi untuk pegawai rendah. Kenaikan gaji PNS sekitar 10-15 persen akan dibayarkan pada April 2011. Dengan kenaikan itu, gaji pokok PNS akan meningkat mulai dari Rp1,175 juta hingga Rp4,1 juta per bulan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Agus Supriyanto, di Jakarta, Kamis, 24 Maret 2011, mengatakan kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri berlaku sejak 1 Januari 2011. Namun, Peraturan Pemerintah terkait kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri baru ditandatangani Presiden pada 16 Februari lalu dengan kisaran kenaikan 10-15 persen.(Vivanews.com,2011)

Bayangkan, saya sendiri merasa kecewa mendengar pernyataan tersebut, karena kinerja pemerintah tidak sebanding dengan segala fasilitas yang telah disediakan oleh rakyat. Lalu apakah ada timbal balik dari pemerintah itu sendiri, dan apakah sebanding dengan apa yang telah diberikan rakyat untuk mereka?        

Kini rakyat semakin bingung, beginikah pemerintahan itu, kepada siapa lagi masyarakat itu harus percaya untuk membawa negara ini? Seharusnya mereka menyambut, datang ratusan masyrakat dari segala penjuru Indonesia, untuk menanyakan kepedulian mereka kepada rakyat. Rakyat ingin mendengar langsung dari mereka kepercayaan bangsa itu, Ada apa dengan pemerintahan Indonesia?

Begitulah kenyataan yang terjadi di negri Indonesia tercinta ini, tentunya rakyat sangatlah kecewa dengan kenyataan yang ada, banyak kritikan-kritikan tajam yang telah disampaikan kepada pemerintah, namun itu semua sia-sia karena mereka memiliki kuasa. Perubahan demi perubahan terus dilaksanakan demi mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengubah segala keburukan ini tentu membutuhkan usaha yang benar-benar tegas dan serius walaupun tampaknya sangatlah sulit dikarenakan praktek KKN yang sudah merajalela. Satu- satunya harapan untuk mengubah itu semua yaitu para pemuda agar dapat selalu membantu masyarakat menyampaikan aspirasinya. Para pemuda juga harus menanamkan nilai-nilai moral kewarganegaraan serta dididik agar berpikir kritis dan dinamis demi membangun negara yang adil dan makmur sesuai azas Pancasila.

Referensi : Amandemen Lengkap UUD 1945 dan Susunan Kabinet 2009-2014 (2009). Jakarta. Penerbit: Gramedia

Vivanews.com (2011). Gaji PNS Naik, Gaji Pejabat Negara Tetap. [online]. Didapat dari : http://bisnis.vivanews.com/news/read/211464-gaji-pns-naik--gaji-pejabat-negara-tetap. [Diakses pada : 20 Oktober 2011]

Detiknews.com (2011). Laporan Terpidana Kasus Bank Century Bisa Jadi Bukti Baru. [online]. Didapat dari :  http://www.detiknews.com/read/2011/07/16/133154/1682624/10/laporan-terpidana-kasus-bank-century-bisa-jadi-bukti-baru. [Diakses pada 20 Oktober 2011]  






Dimana Nalar Pemerintah?
Topik : Memahami Hak Asasi Manusia

Hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa.”(Yasni,2010:244). Seluruh umat manusia memiliki hak yang sama yaitu hak untuk hidup, memilih keyakinan, mendapatkan pekerjaan serta kehidupan yang layak, dan berbagai hak lainnya untuk memilih sesuatu sesuai kehendaknya. 

 Sebagai warga negara, hak asasi tentunya telah diatur dalam sebuah undang- undang tersendiri dan setiap warga negara seharusnya mendapatkan perlindungan atas hak- haknya. Walaupun hak- hak tersebut dilindungi oleh undang-undang, bukan berarti setiap individu berhak seenaknya melakukan sesuatu yang mengatasnamakan hak asasi, misalnya seorang penyanyi dangdut yang memakai pakaian yang minimalis dan bernyanyi di atas panggung yang ditonton beberapa anak kecil, penyanyi tersebut memang berhak memakai pakaian yang ia pilih, namun ia juga harus memahami adat kesopanan yang berlaku di Indonesia.

Negara Indonesia yang memiliki landasan hukum yang mengatur HAM tentu harus dijunjung tinggi dan dikedepankan oleh pemerintah. Namun sekalipun Indonesia sudah merdeka dari Jepang dan Belanda, namun rakyat belum dapat seutuhnya merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu kemerdekaan atas hak asasi. Hak asasi seakan-akan diduakan oleh pemerintah sekalipun hukum yang tertulis sudah sangat tegas menjabarkan tentang hak bagi setiap warga negara. Perbedaan perlindungan hak sangatlah kontras antara rakyat biasa dengan para pejabat negara maupun orang- orang kelas atas, seperti perbedaan pemberian hukuman pidana yang diterima para koruptor dan rakyat biasa yang dikutip dari situs media kompas.com :

Peresmian rutan khusus tersangka kasus korupsi itu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan atau rutan di Indonesia. Rutan Tindak Pidana Korupsi dibangun berdasarkan standar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan jumlah kamar sebanyak 64 unit dan berkapasitas 256 orang.Bangunan Rumah Tahanan Tipikor terbagi atas tiga lantai. Di lantai satu terdapat 16 kamar yang dihuni satu tahanan untuk satu kamar bagi tahanan yang sakit atau tua. Adapun lantai dua dan tiga terdiri dari 12 kamar. Satu kamar di setiap lantai diperuntukkan bagi lima orang tahanan. Setiap ruangan memiliki luas 7 x 5 meter persegi pada lantai dua dan tiga, sedangkan lantai satu 3 x 6 meter.

Fasilitas lainnya adalah ruangan tambahan sekitar 25 persen dari luas ruangan untuk musala dan ruang baca. Adapun di luar kamar tersedia ruangan untuk olahraga dan menonton televisi. Kualitas bangunan Rutan Tipikor itu memiliki ketebalan tembok sebesar 20 sentimeter, cat tembok antibahan, ketebalan besi tralis mencapai 22 milimeter, dan jarak antarpos jaga sekitar 10 meter. (Kompas.com,2010) 

Bagaimana bisa seorang koruptor yang telah merugikan negara milyaran bahkan trilyunan rupiah bisa mendapatkan penjara yang sangat nyaman bagaikan hotel tersebut? Bandingkan dengan penjara para narapidana biasa yang hanya sebuah ruangan sempit dengan tembok yang sudah retak serta perlakuan yang terkadang kurang menyenangkan dari para sipir penjara, para koruptor pun bahkan diperbolehkan keluar masuk rutan. Lebih dari itu, terkadang hukuman yang diterima oleh para koruptor jauh lebih ringan dibandingkan dengan pelaku tindak kejahatan biasa. Apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh pemerintah? Mengapa pemerintah begitu memanjakan para koruptor yang telah merugikan rakyat?

Penuntutan hak asasi sudah tampak jelas diatur dalam undang-undang, namun apakah peraturan tersebut hanyalah formalitas belaka dan bagaimanakah dengan implementasinya? Pemerintah masih belum nampak menunjukkan perlakuan keadilan HAM yang merata pada rakyatnya. Tindakan Intimidasi, penggusuran, penyengsaraan, serta perbedaan pelayanan hak lainnya masih terjadi di Indonesia. Komitmen pemerintah pada pelayanan hak yang tertulis dalam undang-undang masih belum mampu mewujudkan serta memastikan perlindungan dan pengadilan HAM.

Sebelum menuntut hak, tentunya kita harus memenuhi kewajiban. Penuntutan hak  selalu berbarengan dengan kewajiban. Ketika penuntutan hak membuat hak orang lain terlanggar maka dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran terhadap hak asasi. Perlindungan atas HAM adalah usaha untuk menghormati, menghargai, serta menyukuri pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa, bukan untuk berbuat semena-mena kemudian menjadi tidak peduli atas dampak negatif yang dirasakan orang lain serta pandangan buruk orang lain. Bagaimana pemerintah bisa menghargai hak asasi orang lain sedangkan hak asasinya sendiri (hak untuk dihargai dan dihormati) tidak dia lindungi ? Dan bagaimana bisa para koruptor bisa selalu menuntut haknya untuk mendapatkan fasilitas yang lebih namun kewajibannya tidak dipenuhi?

Berbagai kecaman, kritikan, bahkan sumpah dari rakyat yang ditujukan kepada pemerintah sama sekali tidak menggetarkan hati pemerintah, bahkan dihiraukan seakan pemerintah buta dan tuli atas aspirasi rakyatnya. Pemerintah terkadang menjadikan rakyat sebagai musuh ketika ada rakyat membeberkan keburukan kebijakan pemerintah mengenai HAM lewat berbagai media, dan yang lebih buruknya lagi seseorang bisa dipenjara karena melakukan hal tersebut dan dianggap sebagai perusakan nama baik pemerintah, aneh bukan?

Pemerintah selalu haus akan dihormati dan dihargai, mereka tidak ingin nama baik mereka tercemar di depan publik, namun perlakuan mereka selalu membuat aksi dan reaksi yang negatif dari rakyat. Rakyat selalu dibuat kecewa atas setiap keputusan-keputusan mereka, namun pemerintah masih melakukan kesalahan yang sama dalam menangani masalah pengadilan HAM.

Sudah banyak media yang menegur tindakan pemerintah dalam merespon keadilan HAM serta banyak aksi demo yang telah terjadi di berbagai lembaga HAM, namun apa usaha yang akan dilakukan pemerintah untuk mewujudkan aspirasi mereka? Sistem dan regulasi pemerintahan yang buruk mengakibatkan ketidak-seimbangan kekuasaan serta keadilan yang berakibat fatal pada tindakan-tindakan pelanggaran HAM, baik tindakan langsung, maupun tindakan-tindakan tidak langsung.

Figur para pejabat negara seharusnya memiliki pemahaman dan kesadaran HAM sebagai salah satu tolak ukur kepemimpinan seorang wakil rakyat. Betapa anehnya jika bangsa ini terus memberikan kepercayaan kekuasaan kepada para wakil rakyat yang sama sekali tidak memahami dan menyadari tanggung jawab dan kewajiban HAM. Pemerintah memiliki kewenangan atas cara pandang keputusan politik serta mampu meralisasikan aspirasi rakyat. Oleh karena itu haruslah disadari bahwa kewajiban serta tanggung jawab pemerintah atas keadilan HAM tidak dianggap sebagai beban, namun merupakan bagian penting dari pelaksanaan kewajiban yang membutuhkan soliditas dan integritas yang teruji.

Inilah kenyataan yang terjadi di negara Indonesia ini, betapa kompleksnya masalah yang terjadi pada sistem pemerintahan dan peraturan yang berlaku. Rakyat menginginkan perubahan dan tindakan nyata dari pemerintah mengenai pembelaan HAM. Pemerintah harus terus berupaya mewujudkan keinginan tersebut baik dalam membuat undang-undang yang jauh lebih tegas dan memberikan contoh yang nyata atas pembelaan HAM. Tentunya rakyat juga harus ikut mendukung dan berpartisipasi atas perubahan pemerintah yang lebih baik serta rakyat harus peka terhadap hak-haknya yang belum terpenuhi.

Referensi :   
Yasni.(2010). Citizenship.Media Aksara.Bogor. 
Kompas.com (2010). Edan, Koruptor Kok Nyaman di Penjara. [online]. Didapat dari :
http://nasional.kompas.com/read/2010/05/06/20284843/Edan.Koruptor.Kok.Nyaman.di.Penjara..
[Diakses pada : 11 Desember 2011]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar